Panembahan Girilaya dalam sejarah Cirebon di kenal sebagai Raja Cirebon ke III, nama aslinya adalah Pangeran Putera, beliau merupakan anak dari Pangeran Sedang Gayam bin Pangeran Agung atau Panembahan Ratu.
Dengan demikian maka Panembahan Girilaya merupakan cucu Raja Cirebon ke II.
Pangeran Putera di nobatkan menjadi Raja Cirebon pada tahun 1649 dengan gelar Panembahan Ratu II, adapun nama Panembahan Girilaya merupakan julukan karena beliau merupakan Panembahan (Raja) yang wafat di Girilaya/Girimalaya Mataram.
Panembahan Girilaya memerintah Cirebon selama 13 tahun yaitu dari mulai tahun 1649 sampai dengan 1662 masehi. Panembahan Girilaya dalam catatan naskah Mertasinga, mempunyai dua istri (Permaisuri) dan beberapa orang selir yang tidak disebutkan namanya.
Adapun istri beliau adalah Rara Kerta yang kelak melahirkan Pangeran Sepuh, dan Ratu Mas Kirani yang kelak melahirkan Pangeran Emas Pakungwati dan Pangeran Anomsada.
Adapun dari beberapa selirnya itu kemudian melahirkan 15 anak, yang terdiri dari lima putera dan 10 puteri, adapun nama namanya adalah sebagai berikut:
Anak Laki-Laki Dari Selir
- Pangeran Nataningrat
- Pangeran Surajaya
- Pangeran Wiradayasunu
- Pangeran Jayanegara
- Pangeran Kusuma Jaya
Anak Perempuan Dari Selir
- Ratu Demang
- Ratu Lor
- Ratu Toyamerta
- Ratu Ajeng
- Ratu Lindri
- Ratu Winahon
- Ratu Pacatanda
- Ratu Petis
- Ratu Bahar
- Ratu Ayu Rayahin
Salah satu Selir Panembahan Girilaya adalah anak Raja Mataram (Amangkurat I).
Panembahan Girilaya selama hidupnya memerintah Cirebon dengan bijaksana, Cirebon waktu itu tetap Independen dan bukan bagian atau taklukan kerajaan manapun, meskipun dalam tiap tahunnya Cirebon selalu berkunjung ke Mataram, Cirebon memaknai Kunjungan ini sebagai Kunjungan menantu ke Mertuanya, sementara Mataram mempolitisasi keadaan tersebut, dan menunjukan kepada dunia bahwa Cirebon jajahan Mataram.
Cirebon semenjak jaman Sultan Agung amat dihormati oleh Mataram, sebab Sultan Agung menggapi Cirebon sebagai mitra, bukan sebagai jajahan, akan tetapi selepas kemangkatan Sultan Agung, sikap Raja Mataram selanjutnya berubah.
Amangkurat I yang juga sekaligus mertua dari Panembahan Girilaya menghendaki Cirebon tunduk dibawah Mataram. Tapi Cirebon menolak. Berkali-Kali Amangkurat I mengirimkan surat kepada Panembahan Girilaya supaya mau dibawah Mataram tapi begitulah Cirebon tetap teguh pendirian. Di lain sisi Banten juga demikian menghendaki Cirebon bersama-sama dengan Banten menentang Mataram sebab bagi Banten Cirebon merupakan Kerajaan yang satu darah dengan Banten yaitu sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.
Perebutan Pengaruh Antara Mataram dan Banten dalam menggait Cirebon masuk kedalam jaringan persekutuan dua Kerajaan yang waktu itu sedang berseteru itu pada kemudiannya membuat Panembahan Girilaya terbunuh.
Pada saat Panembahan Girilaya berkunjung Ke Mataram, Amangkurat I menekan Cirebon untuk tunduk dibawah Mataram, tapi rupanya Panembahan Girilaya waktu itu menolak sehingga kemudian karena marah Panembahan Girilaya kemudian ditahan di Mataram hingga wafat disana dan dimakamkan disana yaitu disuatu tempat yang bernama Giri Malaya/Girilaya.
Menurut Naskah Mertasinga, awal mula perseteruan antara Amangkurat I dan Panembahan Girilaya adalah karena sakit hati Amangkurat atas kelakuan Cirebon, Cirebon dikisahkan tidak mau tunduk dibawah Mataram, serta melindungi para pelarian Mataram.
Mataram yang waktu itu sudah menjadi sekutu Belanda, meminta bantuan Belanda untuk membawa Panembahan Girilaya ke Mataram, misi penjembuatan Raja Cirebon ke Mataram itu dipimpin oleh Seorang Kapten Belanda bernama Kapten Etal.
Kapten Etal membujuk Panembahan Girilaya agar mau menghadap mertuanya di Mataram, disertai dengan dua orang Puteranya, Panembahan Girilaya kemudian berangkat ke Mataram dengan menggunakan Kapal laut. Sementara para pembesar Cirebon lainnya menyusul menggunakan jalan darat.
Sampai di Mataram hal yang tak terduga-duga kemudian terjadi, Panembahan Girilaya ditahan disana, Pada mulaya Amangkurat I berniat membunuh Panembahan Girilaya, akan tetapi karena takut terhadap resiko diserang Cirebon dan Banten, Amangkurat I kemudian membunuhnya dengan jalan halus yaitu beliau dibunuh dengan jalan diguna-guna.
Ketika Para Pembesar Cirebon yang melalui perjalanan darat itu sampai ke Mataram mereka mendapati Rajanya sudah sakit parah sehingga kemudian tidak beberapa lama kemudian Panembahan Girilaya wafat, dan kemudian dimakamkan di Girilaya Imogiri Bantul Yogyakarta.
Sumber : history of cirebon